Faktariau.id, NASIONAL – YouTuber dengan nama asli Adimas Firdaus alias Resbob akhirnya berhasil diringkus oleh pihak kepolisian. Pelarian sang konten kreator berakhir setelah unggahan video yang berisi penghinaan terhadap suku Sunda viral di media sosial. YouTuber Resbob Ditangkap di wilayah Jawa Tengah setelah sempat menjadi buronan selama beberapa waktu.
Kasus Ujaran Kebencian ini bermula dari laporan resmi pihak Viking Persib Club. Mereka merasa martabat budaya Sunda telah dilecehkan oleh konten yang diunggah oleh Resbob. Informasi mengenai penangkapan ini terkonfirmasi pada Kamis, 18 Desember 2025, melalui keterangan pihak berwenang.
Selama masa pengejaran, Resbob melakukan berbagai upaya untuk mengelabui petugas dan menghilangkan jejak. Salah satu caranya adalah dengan menitipkan ponsel pribadinya kepada sang kekasih di Surabaya. Tindakan ini bertujuan agar posisinya tidak mudah terlacak melalui sinyal perangkat elektronik.
Kronologi Pelarian dan Penangkapan Resbob
Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa tersangka berpindah-pindah kota guna menghindari kejaran tim penyidik. Polisi bahkan sempat memeriksa orang tua dan kerabat dekat tersangka untuk melacak keberadaannya yang tidak menetap.
Berikut adalah rincian jalur pelarian tersangka hingga berhasil diamankan:
Pelarian dimulai dari Jakarta menuju arah Jawa Timur.
Tersangka sempat singgah di Surabaya untuk menyembunyikan ponsel.
Melanjutkan perjalanan ke Kota Solo untuk mencari tempat persembunyian baru.
Pelarian berakhir setelah polisi berhasil mengamankan tersangka di Semarang.
Tindakan tegas ini diambil sebagai respon cepat kepolisian terhadap laporan masyarakat yang merasa dirugikan. Kepolisian memastikan proses hukum akan berjalan secara transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ancaman Hukuman dan Peringatan Kapolda
Kini, Resbob harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. Kapolda Jawa Barat memberikan pernyataan tegas terkait penangkapan dalam Kasus Ujaran Kebencian tersebut. Ia menegaskan bahwa rasisme dan kebencian di media sosial adalah pelanggaran serius.
“Tindakan rasisme dan ujaran kebencian di media sosial tidak akan ditoleransi karena berpotensi memecah belah persatuan bangsa,” tegas Kapolda Jawa Barat pada 18 Desember 2025.
Kasus ini menjadi pengingat keras bagi para konten kreator agar lebih bijak dalam berpendapat di ruang publik. Media sosial seharusnya menjadi sarana edukasi, bukan tempat untuk menyebarkan kebencian antar-kelompok. Kepolisian menghimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh konten-konten yang bersifat rasis.
(*Drw)













