Catatan Akhir Tahun BPKN 2025: Penurunan LPKSM Jadi Perhatian Serius Pemerintah

BPKN Soroti Penurunan LPKSM, Dorong Penguatan Jejaring
Ketua Komisi Kerjasama dan Pengkajian Kelembagaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Lasminingsih (tengah). (Dok. Ist)

Faktariau.id, NASIONAL – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat adanya penurunan yang signifikan pada jumlah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang aktif. Saat ini, jumlah lembaga tersebut menyusut menjadi 388 entitas di seluruh Indonesia. Menyikapi situasi ini, BPKN kini bergerak cepat mendorong penguatan jejaring perlindungan konsumen di berbagai daerah.

Ketua Komisi Kerja Sama dan Pengkajian Kelembagaan BPKN, Lasminingsih, menyampaikan data ini dalam acara Catatan Akhir Tahun (CAT) BPKN 2025 di Jakarta, Selasa. Ia menegaskan bahwa peran LPKSM sangat krusial dan tidak tergantikan.

“Peran LPKSM krusial karena berhadapan langsung dengan masyarakat,” katanya. Khususnya, LPKSM melayani konsumen rentan yang membutuhkan pendampingan hukum maupun advokasi.

Lasminingsih memberikan perbandingan data yang mengejutkan. “Kalau dari data BPKN, jumlahnya itu dulu ada 793 LPKSM. Sekarang ini cuma setengahnya, hampir setengahnya, yaitu 388 LPKSM,” ungkapnya.

LPKSM: Pintu Gerbang bagi Konsumen Rentan

Penurunan LPKSM yang drastis ini menjadi perhatian serius bagi BPKN. Lembaga swadaya ini seringkali menjadi pintu gerbang pertama bagi konsumen. Mereka menghadapi berbagai persoalan, mulai dari sengketa layanan jasa keuangan hingga masalah perumahan yang kompleks.

Meskipun harus bekerja dengan keterbatasan sumber daya dan pendanaan, banyak LPKSM yang tetap bertahan. Mereka didorong oleh semangat kemanusiaan yang kuat untuk membantu memperjuangkan hak-hak konsumen.

“LPKSM adalah swadaya masyarakat,” tegas Lasminingsih, menyoroti sifat sukarela dari lembaga tersebut. Mereka sangat penting dalam melayani lapisan masyarakat yang jauh dari pusat birokrasi.

Strategi Kolaborasi Segitiga dan Pembentukan Lembaga Baru

Guna mengatasi masalah Penurunan LPKSM dan mengoptimalkan penanganan pengaduan, BPKN mendorong strategi penguatan kolaborasi “segitiga”. Kolaborasi ini melibatkan tiga pilar utama:

  • BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional)

  • BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)

  • LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat)

Tujuannya adalah agar penanganan pengaduan di daerah menjadi lebih terintegrasi. Dengan demikian, penanganan kasus tidak melulu terpusat di Jakarta.

Dalam pemetaan terbarunya, BPKN secara aktif mempertemukan LPKSM dengan BPSK serta pemerintah daerah setempat. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat komunikasi. Selain itu, ini mempercepat rujukan kasus, dan menyamakan persepsi mengenai mekanisme penyelesaian sengketa.

Lasminingsih menilai banyak persoalan konsumen saat ini bersifat lintas isu. Sebagai contoh spesifik, sengketa perumahan sering mencakup masalah sertifikat tanah, kelistrikan, hingga pembiayaan perbankan. Oleh karena itu, koordinasi antarpihak mutlak diperlukan.

Selain menguatkan jaringan yang ada, BPKN juga mendorong pembentukan LPKSM baru. Upaya ini dilakukan melalui sosialisasi yang melibatkan organisasi masyarakat (ormas), yayasan, dan komunitas lokal.

“Jangan sampai yang 388 ini malah turun lagi, kita tetap semangat. Kita kenalkan dengan BPSK-nya, supaya mereka ada komunikasi dan sebagainya,” tutup Lasminingsih.

(*Drw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *