Hukum  

3 Akademisi Ini Dukung Penguatan Dominus Litis Kejaksaan di Revisi KUHAP

Seminar Nasional bertajuk 'Rancangan KUHAP Dalam Perspektif Keadilan Proses Pidana: Menggali Kelemahan dan Solusi' di Kampus Univeristas Brawijaya Malang, Surabaya, Jawa Timur,Rabu (12/2/2025)/Dok.Unibraw.

MALANG, FAKTANASIONAL – Tiga akademisi dari 3 Universitas ternama di Indonesia mendukung  revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) semakin menguatkan peran dominus litis Kejaksaan dalam proses peradilan pidana.

Harapan tersebut disampaikan dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Rancangan KUHAP Dalam Perspektif Keadilan Proses Pidana: Menggali Kelemahan dan Solusi’ di Kampus Univeristas Brawijaya Malang, kemarin.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum, yang bertindak sebagai keynote speech di seminar tersebut merupakan salah akademisi yang mendukung penguatan peran dominus litis Kejaksaan dalam proses peradilan pidana.

“Saya berharap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) semakin menguatkan peran dominus litis Kejaksaan dalam proses peradilan pidana,” katanya.

“Dengan demikian revisi KUHAP diharapkan dapat menghadirkan sistem peradilan yang lebih adil, transparan, dan efektif dalam menangani perkara pidana di Indonesia,” tambahnya.

Pujiyono yang juga anggota tim perumus KUHP Nasional, mengatakan bahwa pembaruan KUHAP harus berbasis pada prinsip keadilan dalam proses pidana.

Dia menyoroti pentingnya perubahan paradigma penuntutan, di mana jaksa tidak hanya berperan dalam ajudikasi (persidangan), tetapi juga dalam tahap pre-ajudikasi.

“Keterlibatan jaksa sejak penyidikan untuk memastikan bahwa perkara yang diajukan ke pengadilan telah melalui proses filterisasi yang tepat,” ungkapnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura (FH UTM), Dr. Erma Rusdiana, S.H., M.H., turut menyoroti pentingnya pengawasan terhadap penyidikan oleh penuntut umum.

Menurutnya, pengawasan ini krusial untuk mencegah penyalahgunaan wewenang, seperti yang terjadi dalam kasus Ferdy Sambo atau kasus Vina di Cirebon.

Dengan adanya penguatan peran jaksa dalam RKUHAP, kewenangan penyidik yang selama ini dianggap terlalu besar dapat dikontrol, sehingga proses hukum berjalan lebih adil.

Sementara itu, Ketua Kompartemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB), Alfons Zakaria, menyarankan implementasi Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam kasus tindak pidana ekonomi.

Menurutnya, konsep ini memungkinkan jaksa menangguhkan penuntutan terhadap korporasi dengan syarat perusahaan mengakui kesalahannya dan memenuhi ketentuan yang disepakati, termasuk pengembalian kerugian negara.

“Model ini telah diterapkan di Amerika Serikat dan Inggris dan sejalan dengan asas oportunitas yang melekat pada kejaksaan dalam rangka optimalisasi pemulihan keuangan negara,” katanya.[zul]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *