Faktariau.id, RIAU – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan penindakan hukum.
Melalui Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Wawan Wardiana, KPK menyoroti pentingnya kolaborasi pencegahan korupsi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat—dari tokoh adat, budaya, hingga agama—terutama di wilayah yang mencatat jumlah kasus tinggi seperti Jawa Barat.
Sejak tahun 2004 hingga Mei 2025, tercatat 1.694 kasus korupsi di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, Provinsi Jawa Barat menjadi urutan teratas dengan 162 kasus.
Disusul Jawa Timur (154 kasus) dan Sumatra Utara (93 kasus). Data ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan korupsi perlu disesuaikan dengan karakteristik lokal dan dukungan penuh dari tokoh masyarakat setempat.
KPK bekerjasama dengan sekolah, universitas, dan organisasi pemuda untuk memasukkan materi anti-korupsi dalam kurikulum dan kegiatan ekstrakurikuler.
Baca Juga: 11.114 Pejabat Negara Belum Laporkan LHKPN 2024, Pakar UU Pidana Soroti Rendahnya Kesadaran Hukum
Peran Tokoh Budaya dan Agama
– Menyisipkan pesan moral tentang bahaya korupsi dalam ceramah keagamaan dan adat istiadat.
– Mengutip hadist riwayat Abu Daud yang menyebut “mengambil sesuatu yang bukan haknya adalah ghulul (korupsi)”, sehingga jamaah diingatkan untuk menjauhi praktik rasuah.
Melibatkan pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat sipil dalam merancang kebijakan pencegahan yang sesuai nilai-nilai budaya lokal.
Wawan menekankan bahwa perubahan perilaku lahir dari keteladanan. Oleh karena itu, kolaborasi ini diharapkan membangun “benteng sosial” yang kuat, sehingga meski penindakan terus dilakukan, akar budaya koruptif dapat ditekan lebih efektif.
Dengan langkah berkelanjutan ini, KPK berharap jumlah kasus korupsi di Jawa Barat—dan Indonesia secara keseluruhan—dapat menurun secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.[dit]